Selasa, 07 Maret 2017

Mengeja Kesendirian




Sesungguhnya, apa yang tengah dipikirkan orang-orang tentang kesendirian? Adakah kebanyakan manusia berasumsi bahwa sendiri selalu berkawan akrab dengan kesunyian? Sesungguhnya, apa yang selalu dipikirkan orang-orang kebanyakan tentang kesendirian? Adakah mereka selalu menganggap bahwa sendiri berarti hampa, sepi, dan penuh kesedihan nan tak berkesudahan?

Orang-orang yang merasa kesepian selalu mencari tempat-tempat ramai. Orang-orang yang jemu akan kesendirian memupus kehampaan melalui berjumpa dengan banyak manusia-manusia lainnya, menyibukkan diri dengan aneka kegiatan, berbincang, berdiskusi, bertukar cerita, atau sekadar menciptakan senda gurau tak penting sambil menyeruput kopi. Namun, ada pula orang-orang yang memberantas kesepian cukup melalui menenggelamkan diri sendiri pada musik yang sibuk ia dengarkan, atau membenamkan dunianya pada buku cerita yang tekun ia telusuri kisahnya. Di sisi lain, ada masanya kesendirian begitu mengasyikkan. Ia tak lagi dimaknai sebagai wujud kesepian atau keterasingan, namun lebih sebagai kebebasan yang membahagiakan.

Kau menikmati sebuah perjalanan tanpa teman dan hanya bisu sepanjang kereta itu mengantarmu ke tempat tujuan. Kau menikmati melemparkan pandang ke luar jendela sembari merenungkan banyak hal atau membuat kontemplasi demi kontemplasi tanpa ada yang mengusikmu hanya untuk sebuah pertanyaan basa-basi. Kau pun menikmati kesendirian di sepertiga malam, di mana kau bebas mengadu, menumpahkan air mata, mengutarakan segerombolan sesak dan keinginan kepada tuhan. Bagaimana mungkin kau akan sebebas itu menumpahkan tangis dan sedu-sedan di tengah keramaian? Kau tentu malu. Bahkan dalam kesendirian pun jiwamu tetaplah ramai, riuh mempertengkarkan banyak persoalan dan pertanyaan. Lalu, kau juga menikmati kesendirian sebagai waktu terbaikmu untuk menulis berbagai hal yang melesak di benak. Kesendirian mengajakmu memikirkan ulang kejadian-kejadian, mengurai hikmah dan pelajaran-pelajaran yang berserakan. Tak jarang, kesendirian menciptakan ruang pula bagi perbaikan demi perbaikan. Ada kalanya, sendiri terdengar jauh lebih merdu diucapkan daripada berdua, bertiga, berempat dan seterusnya.

Kemudian orang-orang yang mencintai kesendirian bertanya, apakah yang tak lagi sendirian benar-benar menemukan hakikat kebahagiaan? Tak jarang, kebersamaan bukan lagi perkara kehangatan, namun memunculkan konflik alias pertikaian-pertikaian. Kebersamaan adalah peleburan ego individu-individu dengan isi kepala yang berbeda.

Kebahagiaan bisa saja hadir dalam kesendirian, namun juga selalu hadir dalam kebersamaan. Kesedihan dan kegembiraan sesungguhnya berada di neraca yang sama, begitu ujar Kahlil Gibran. Kita tak bisa selamanya mengatakan kesendirian rawan akan kesedihan, namun juga tak bijak menghakimi kebersamaan selalu dihiasi pertikaian-pertikaian. Ada masanya kita mendamba kebersamaan ketika sedang sendirian. Ada masanya kita ingin mengasingkan diri sejenak dari keramaian. Ada kalanya kita melihat pasangan-pasangan yang selalu harmonis dan bahagia, genap-menggenapkan, sehingga kita merasa tak utuh dengan kesendirian. Ada kalanya ketika telah bersama kita merasa tak sebebas ketika masih berstatus sendirian.

Apapun alasannya, apapun keadaannya, kita pada hakikatnya tak ingin selamanya berkelumun hening dengan menapakkan kaki sendirian di setapak jalur kehidupan. Kita membutuhkan—setidaknya satu saja—teman dalam perjalanan, yang akan membantu menguatkan langkah, menyemangati, memberi arti bagi episode-episode di lembar-lembar selanjutnya, demi mengayun langkah ke satu tujuan. 

Namun, selama waktu tunggu, selama belum menemukan teman dalam perjalanan, semoga kesendirian semakin mengajarkan kepada kita tentang sebijak-bijaknya pemahaman. Bahwa kesabaran adalah juga sebaik-baiknya perjuangan. Bahwa doa selalu didengar oleh Sang Penguasa Alam. Bahwa kesendirian berbanding lurus dengan upaya penjagaan diri dari segala hal yang mungkin bisa menjauhkanmu dari tuhan. Bahwa kesendirian adalah menjaga cintamu utuh sepanjang jalan. Bahwa dengan kesendirian, kau masih mampu mengerjakan kebajikan-kebajikan dan mencetak karya-karya luar biasa.

Kita tak ingin selamanya sendiri. Tetapi, berkawan akrab dengan sepi membantumu mengerti, kesendirian tetap membuatmu mengulum senyum, tak mengurangi kadar bahagiamu barang sesenti pun. Lalu kau ingin berteriak lantang kepada dunia: mari bahagia apapun keadaannya.

Tidak ada komentar: