Tampilkan postingan dengan label Sajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sajak. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 April 2017

Jalan Pulang




Two roads diverged in a yellow wood
And sorry I could not travel both
And be one traveler, long I stood
And looked down one as far as I could
To where it bent in the undergrowth

-Robert Frost-

Jika setiap jalan lurus tanpa kelokan dan tanjakan, jika setiap kisah selalu bermuara pada ekspektasi sebelumnya, jika semua cerita selalu berakhir bahagia tanpa kegagalan-kegagalan yang menjadi konfliknya, bisa jadi akan sulit sekali syukur terucap dari bibir kita. Bisa jadi pula kita yang lemah ini tak akan kunjung menarik pelajaran demi pelajaran yang dihidangkan semesta.

Setiap jalan adalah rawan, mengandung bahayanya masing-masing. Dan kita sepenuhnya berhak menentukan jalan mana yang paling aman, meski itu semua menghajatkan hati yang lapang, kesabaran tiada berbatas, serta sepasang kaki yang kuat untuk terus melangkah.

Mungkin jalan itu terjal mendaki. Mungkin ruas jalan yang kita tempuh tak pernah luput dari semak belukar maupun duri-duri yang menajam. Mungkin bentangan jalur yang harus dilalui itu menikung-nikung, naik turun, dan berkelak-kelok. Namun, untuk sebuah tempat pulang paling lapang yang kelak akan kita temukan setelahnya, tak ada perasaan paling melegakan selain bahagia, tak ada ungkapan paling merdu selain kesyukuran yang tak terungkapkan oleh kata-kata.

Untuk segala ujian sepanjang perjalanan, semoga tak ada sesal yang hinggap, tak ada sedih yang turun, tak ada dendam yang mengendap bertahun-tahun. Kita tak akan menyesali pilihan yang telah kita ambil, walaupun mungkin pilihan itu pada akhirnya menemui titik gagal yang membuat kita tak bisa meneruskan perjalanan. Kita hanya perlu memutar arah, kemudian mengusahakan jalan-jalan lain yang disediakan oleh tuhan. Seraya berprasangka baik bahwa kemudahan-kemudahan akan selalu dihadirkan, seiring kuatnya munajat dan ikhtiar yang benar.

Kita percaya, suatu saat kita akan pulang ke tempat terbaik, kita juga percaya cepat atau lambat segala cerita ini akan mencapai ujung pangkal alias ending-nya. Meski lamanya waktu dan kerasnya upaya menjadi syarat yang harus ditunaikan sebelumnya. Meski konflik demi konflik menjadi penghias alurnya. Meski kita tidak benar-benar tahu ujung pangkal segala cerita ini akan seperti apa, itu rahasia-Nya. Lambat laun kita akan memahami, betapa baiknya Allah ta’ala yang selalu menghadirkan tanda-tanda bagi setiap pengelana. Kita semakin yakin bahwa setiap yang istimewa tak akan diraih dengan mudahnya. Semoga kuat melangkah seraya menguntai kesabaran yang tiada berbatas, esok dan seterusnya.

Senin, 29 Juni 2015

Pintu



Kapan terbuka buatku?

Daunmu terbuka sekejap detik
Dan aku lengah selalu
Kau tertutup sekejap mataku

Lama nantiku
Apa kau tak tahu jika ada tamu?
Ketukanku tak berjawaban
Di mana bel? tanyaku
Tulikah kamu? aku masih menunggu

Ah, ada tamu baru
Dan “Kriet..” itu menyentakkanku
Kususul tergesa buat masuk pula
Namun, “Blam!” itu buatku terjengkang
Mataku nyalang, tamu baru hilang!
Ah, dia sudah di dalam
Aku tetap di sini
Tanpa arti

Aku mengumpat, “Kenapa tak mau antre?!”
Sungguh-sungguh ku tersinggung sekali!

Aku ingin terjaga
Selalu aku mengacaukan kantuk
Menuruti hasratku yang ingin masuk
Ah, kapan terbuka buatku?
Aku di sini masih menunggu,
derit menjerit dari pintumu

Aku kini tahu
Daunmu cuma satu
Hanya menyeleksi satu tamu
Sepertinya kau mengusirku mentah
Sebab lorongmu telah dihuni

Selamat tinggal,
aku ‘kan berlalu
Akan kuketuk pintu yang baru


-24 Januari 2008-


 Tak mengapa, asal pintu-Nya masih selalu terbuka. :)






sumber gambar: doorsstyle.com

Kamis, 23 Oktober 2014

Rindu #2




Hawa tanah basah meruap
Rinai masih setia jatuh dari langit, membuat kuyup reranting jambu dan rumpun anggrek ungu di samping rumahku yang diam membisu
Menatap indahnya rekahan ungu-merah jambu membuatku sayu
kau persaksian rinduku
Rinduku pada rekahan senyum di bibir mereka
Rinduku pada mushaf merah muda, yang telah berhari-hari tak kukecup mesra
Rinduku bercerita dan berceloteh jenaka
Menelusuri hijaiah kalam cinta-Nya yang lekuk-lekuknya membuatku tersenyum kagum,
serta maknanya yang tak bisa diurai hanya secara simbolis maupun linguis
Rinduku bergelora hingga ke tubir waktu,
tak bisa kukata setangkai, segenggam, segumpal, atau selaksa

Tak terkata






:: Ditulis di bulan hujan tahun 2010. Diposting di kemarau yang merindu hujan, tahun 2014 ::