Muhasabah Mahabbah
F |
ajar menyingsing di horizon timur. Menyingkap tabir malam yang kelam terselubung oleh kesenyapan. Menyapa dunia untuk kemudian menghangatkan jagat raya sesuai titah tuhannya.
Di sini aku masih terpekur menyendiri. Menatap ayat-ayat-Nya di pangkuanku, sambil hati ini terus bertekad untuk mentadabburinya usai sembahyang di subuh hari, ketika jutaan insan yang lain asyik bergumul dengan mimpi.
Namun aku tak kuasa. Satu-persatu bulir bening jatuh, meluruhkan ketegaran yang selama ini kubangun. Kesedihan ini semakin memuncak, membuat hatiku kian luluh-lantak.
Duh Allah, ampuni hamba-Mu. Bukan Engkau yang selama ini kuhadirkan dalam hatiku, dalam sembah sujudku yang sejatinya hanya kepada-Mu aku mengingat, dalam qiraat-ku, dalam dzikirku kepada-Mu.
Hanya bayangannya tercipta. Setiap kubersujud, membaca mushaf tercinta, tidur, makan, mandi, belajar, bekerja dan apa saja. Bayangan akan paras yang menawan, budi yang mulia, serta kecintaannya terhadap-Mu, selalu mengantuiku kemana pun aku melangkah. Seakan tak pernah pupus, tak pernah sirna... Bayangan itu berkelebat, lantas tak jarang membebatku pada suasana ingin yang tak menentu. Inikah sesuatu yang dinamakan rindu? Ah, begitu tercelanya aku. Tak pernah kalbuku menyimpan rindu kepada rasul-Mu, terlebih untuk-Mu...
Engkau hadirkan cinta sebagai fitrah kami. Engkau berikan rasa suka di antara kami. Akankah Engkau mengasihi orang-orang sepertiku—yang didera perasaan jatuh cinta menggila serta rindu tiada tara, Ya Rabb Ya Rahman? Sebab, mungkin aku tak akan lepas dari deru nafsu yang memburu, dan iblis yang berbisik menelusup halus di rongga kalbu untuk mengalihkan cintaku kepada selain-Mu.
Kukuhkanlah hijab yang telah Engkau gariskan di antara kami (laki-laki dan perempuan). Jangan biarkan tangan kami mengoyak kesucian yang Engkau berikan. Jangan biarkan syirikul hubb menjebakku untuk menjauh sejauh-jauhnya dari-Mu. Jangan biarkan aku terlena dalam kecintaan keduniawian yang fana, yang takkan bertahan untuk selamanya.
Allah, ampuni aku atas dosa-dosa yang kulakukan. Terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Dosa yang kuketahui maupun yang tak kuketahui. Sebab, hanya Engkaulah Sang Maha Pengampun.
Lindungilah aku dari marabahaya yang ditimbulkan oleh kecintaan yang fana, cinta yang bukan karena-Mu. Lindungilah aku dari hubbusy-syahawat dan iblis yang mengundang ke lobang maksiat yang jahannam, sebab hanya Engkaulah Sang Maha Pelindung.
Jagalah mataku supaya terhindar dari panah iblis beracun yang dilontarkan lewat pandangan. Jagalah pendengaranku untuk tidak mendengar segala sesuatu yang membangkitkan rasa cinta yang Engkau haramkan. Jagalah langkahku agar tidak melangkah ke tempat yang tak Engkau ridhoi. Jagalah kalbuku yang rapuh—yang tak pernah sepenuh hati mencintai-Mu—agar tetap hanya diri-Mu yang bertahta dalam jiwa.
Maka ya Allah, jadikanlah cintaku kepada-Mu sebagai satu-satunya cinta yang mengantarku menutup mata. Maka ya Allah, jadikanlah rinduku kepada Rasul-Mu sebagai satu-satunya rindu yang bergelora dalam jiwa hingga diputuskan nyawa. Maka ya Allah, dengan penuh damba dan cinta, kabulkanlah...
Pagi yang menanjak siang, dan siang yang berubah malam menghadirkan jutaan gemintang benderang di latar hitam. Tak pernah terhitung banyaknya, luasnya, besarnya cinta-Mu kepada hamba-Mu. Sungguh hina jika aku tak pernah menghadirkan Kau di setiap sendi-sendi nafas kehidupanku. Rabb, hamba-Mu ini bermunajat...
“Duhai Allah, karuniakanlah kepadaku cinta-Mu dan cinta orang yang cintanya bermanfaat bagiku di hadapan-Mu. Duhai Allah, jadikanlah yang telah Engkau karuniakan kepadaku dari hal-hal yang aku cintai, sebagai kekuatan bagiku dalam melaksanakan apa yang Engkau cintai. Duhai Allah, jadikanlah apa yang Engkau singkirkan dariku dari hal-hal yang aku cintai, sebagai kekosongan bagiku dalam menjalankan apa yang Engkau cintai. Duhai Allah, aku memohon kepada-Mu kelezatan memandang wajah-Mu yang mulia, dan aku memohon kepada-Mu karunia kerinduan untuk bertemu dengan-Mu.”
(HR At-Tirmidzi, Ibnu Al-Mubarak, An-Nasa’i, dan Ahmad)
Lia Wibyaninggar
dengan derai airmata rindu, di heningnya pagi
Baiti Jannati, 9 Syawal 1429 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar