Selasa, 26 Juni 2012

Aku, FLP, dan Dakwah Kepenulisan

Oleh: Septalia Anugrah Wibyaninggar

Menulis bukanlah hal baru bagiku. Kegiatan ini sudah menjadi kegemaranku sejak masih di bangku Madrasah Ibtidaiyah, seiring kesenanganku akan dunia membaca. Begitu memasuki dunia SMP, mengalirlah tulisan-tulisanku yang berawal dari buku diary, hingga puisi-puisi, cerpen, bahkan novel. Meski begitu, tak pernah muncul keberanian dalam diriku untuk mempublikasikannya ke orang lain, atau mengirimkannya ke media. Bagiku, tulisan-tulisanku adalah privasi. Menulis hanya sarana psikoterapi jika kejenuhan tengah melanda diri. Jadilah itu rahasia pribadi yang hanya boleh kubaca sendiri.
Namun, sepandai-pandainya aku menyembunyikan, toh akhirnya ketahuan juga. Meski belum sampai ke meja redaksi, tulisan-tulisanku sudah berkali-kali mendarat dengan sukses di tangan guru sastra dan jurnalistik semasa di SMP. Merasa melihat potensi terpendam dalam diri anak didiknya, beliau tak henti memotivasiku untuk terus berlatih menulis. Dari sinilah aku merasa terdorong untuk mengembangkan hobi, banyak-banyak membaca buku-buku fiksi, belajar menangkap inspirasi, mengembangkan imajinasi, untuk kemudian aku tuangkan ke dalam sebuah tulisan.
Sejak saat itulah aku mulai mengenal FLP (Forum Lingkar Pena), lewat beragam buku fiksi yang aku baca. Menyimak bermacam kisah berhikmah yang dikemas dalam kata-kata yang indah. Lalu aku juga mulai mengenal mereka satu-persatu, nama-nama penguntai kata-kata indah, nama-nama para pemilik tinta dakwah. Hingga terbit sebuah asa dalam diriku: aku ingin seperti mereka. Aku mencantumkannya dalam daftar mimpiku di samping pergi haji dan masuk Universitas Gadjah Mada.
Tiga tahun kemudian… Subhanallah wal hamdulillah, aku benar-benar menjadi mahasiswi UGM! Satu mimpi telah terwujud. Setelah berhijrah begitu memasuki tahun pertama di SMA, aku benar-benar ingin meningkatkan ghirah keislamanku. Bergabung dengan rohis sekolah, memburu buku-buku dan berbagai referensi islami, mencoba menanamkan ayat-ayat-Nya dan hadits Nabi dalam hati. Di tengah-tengah ikhtiarku dalam proses metamorfosa mencapai kaffah, jiwaku membentur kalimat itu, “Sampaikanlah walau satu ayat.”
Ya, sampaikan apa yang kita ketahui, kendati hanya secuil ilmu yang kita miliki. Sebab, ilmu bukan untuk dimiliki sendiri. Sebab, ilmu didapat untuk dibagi. Salah anggapanku dahulu bahwa tulisan adalah privasi. Baru aku menyadari bahwa diri ini pelit sekali. Sampaikanlah walau hanya satu ayat, tak sekadar kalimat anjuran dari Baginda Nabi. Namun, ini adalah kewajiban yang diemban setiap muslim dan muslimah. Dakwah, menyampaikan ayat-ayat-Nya yang sungguh indah. Sebuah amanah untuk menyeru manusia kepada Allah. Setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk menunaikannya.
Sementara, aku semakin jatuh hati kepada dunia menulis. Aku ingin menjadikannya sebagai caraku dalam menunaikan amanah berdakwah. Menjadikannya ladang amal bagiku, sebagai upaya meraih ridha-Nya, sebagai ikhtiar merintis jalan menuju surga.

Aku ingin menulis
Mengais butir-butir makna
Merantai perih, duka, tangis
Serta tawa, indah-maya

Aku ingin menulis
Untuk keterkatupan bunyi
Kala kesunyian yang sepi
Harus ada kata di sana
Untuk seluruh hidupku

Baiti Jannati, 10 Mei 2007

Sebuah kekuatan yang melekat erat di bilik kalbuku: percaya bahwa setiap asa yang aku tuliskan akhirnya hanyalah sebuah coretan di atas kertas kusam, karena aku telah berhasil mewujudkannya satu-persatu.
Dan jalan menuju asa selanjutnya kini membentang, nyalang di depan mataku. Selaksa ikhtiar dan doa kupanjatkan. Sebab, penaku adalah pena gagasan, pena ibadah, pena dakwah, dan tentu saja... pena cinta!
Teruntuk Dia, yang merajut adaku, aku ingin merajut cinta kepada-Nya melalui menggapai takwa dengan tinta. Dan sungguh, ketika mimpi yang kutuliskan itu (sekali lagi) tertunaikan, aku ingin berteriak sekali lagi: subhanallah wal hamdulillah wa laa ilahailallahu allahu akbar!

Yogyakarta, November 2009


#tulisan "jadul" ini lolos seleksi pertama, namun saya gagal di seleksi selanjutnya. Hiks T__T. Tak apalah, saya pajang sekadar sebagai kenang-kenangan.

2 komentar:

Asa G. Lizadi (o^__^o)v mengatakan...

Tetep cemungudh ya kakaaak hahaha :D :D :D

Lia Wibyaninggar mengatakan...

Okay, Asa ^____^