“Kekasih tak begitu saja bertemu di suatu tempat, mereka sudah
saling mengenal sejak lama.” – Rumi
Lihatlah, kau adalah seorang yang
sedang sibuk mencari. Kau, dia, mereka, semuanya yang belum berlabuh adalah
kapal yang tengah mencari dermaga. Sibuk dalam keterombang-ambingan di atas gelombang
pasang. Tentu setiap nakhoda paham akan air laut yang tak selamanya tenang,
maka di sana pelayaran mencari titik pelabuhan itu menemui selaksa ujian.
Sadarlah, kau adalah seorang yang
sedang sibuk mencari. Tak peduli halang-rintang yang menjelma bahaya dalam
setiap langkah, ada rasa yang menyesak di dada yang ingin kau lepas segera:
rindu. Sedangkan samudra tanpa tepi begitu luas untuk dijelajahi, pandangan
matamu dipenuhi biru—biru langit dan biru laut yang seolah bertemu, saling
bercumbu, sedangkan dermaga yang didamba tak jelas di mana titiknya. Kau mungkin
selalu bertanya kepada langit yang menjadi kiblat para pendoa, ketika hamparan
biru itu bertransformasi menjadi gulita pada akhirnya, dan tuhan menaburkan
bintang yang kerlipnya membuatmu bahagia, rasi penunjuk jalan pulang.
Namun, siapa bilang jalanmu lantas
terang-benderang? Air laut akan tenang, tanpa ombak pasang dan gelombang? Bisa
jadi kapalmu yang telah lelah melakukan perjalanan aus dan kehilangan daya,
kemudian tenggelam di dasar lautan. Menenggelamkan rindumu, karam didekap
kematian. Kematian adalah takdir-Nya yang niscaya, kita tak mungkin menolak
untuk dipanggil pulang ke haribaan tuhan. Tak peduli kau telah berlabuh, atau
masih sibuk mencari dermaga pemberhentian. Namun, ada banyak takdir yang
menuntut diusahakan, bukan hanya menggelar mimpi layaknya barang dagangan.
Ah, naif. Samudra begitu luas. Kau berpayah
mencari dari benua ke benua, berharap dermaga terindah itu ada di salah
satunya. Dermaga yang kau ingini, penuh harta karun intan permata dan logam
mulia. Tanpa menyadari jika tempatmu kembali kelak adalah pelabuhan biasa yang
sudah sangat biasa kau temui. Ia tak memiliki apa-apa kecuali sekeping hati
yang sabar menanti. Ketika itulah kau harus belajar untuk mensyukuri, mencintai
nikmat yang didapat dengan sepenuh hati.
Aku tahu, kau adalah seorang yang
masih sibuk mencari. Berusaha menguak teka-teki, berusaha menyibak ketersembunyian
jawaban yang masih dirahasiakan waktu. Langkahmu yang terburu bukan langkah
kosong. Ada doa tulus di setiap tapaknya. Ada usaha keras di setiap peluhnya.
Renjana. Renjana (dengan titik). Sebab
ia harus berhenti pada satu muara saja: Yang Maha Memulangkan. Kau, dia,
semuanya.. yang masih mencari, suatu saat pasti akan pulang, ke tempat terbaik,
yang akan menyambutmu dengan limpahan senyum kebahagiaan, yang membuat hatimu selalu bergumam fabiayyi alaa'i rabbikuma tukadziban. Sungguh, pulang ke tempat terbaik adalah sebuah kenikmatan, selama perjalanan berat dan panjang selalu berhiaskan kesabaran dan semangat tak patah arang.
Kau seorang yang sibuk mencari. Maka,
mungkin aku adalah seorang yang sibuk menunggu.
May, 18th 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar