Minggu, 18 Mei 2014

Renjana.








“Kekasih tak begitu saja bertemu di suatu tempat, mereka sudah saling mengenal sejak lama.” – Rumi

Lihatlah, kau adalah seorang yang sedang sibuk mencari. Kau, dia, mereka, semuanya yang belum berlabuh adalah kapal yang tengah mencari dermaga. Sibuk dalam keterombang-ambingan di atas gelombang pasang. Tentu setiap nakhoda paham akan air laut yang tak selamanya tenang, maka di sana pelayaran mencari titik pelabuhan itu menemui selaksa ujian.

Sadarlah, kau adalah seorang yang sedang sibuk mencari. Tak peduli halang-rintang yang menjelma bahaya dalam setiap langkah, ada rasa yang menyesak di dada yang ingin kau lepas segera: rindu. Sedangkan samudra tanpa tepi begitu luas untuk dijelajahi, pandangan matamu dipenuhi biru—biru langit dan biru laut yang seolah bertemu, saling bercumbu, sedangkan dermaga yang didamba tak jelas di mana titiknya. Kau mungkin selalu bertanya kepada langit yang menjadi kiblat para pendoa, ketika hamparan biru itu bertransformasi menjadi gulita pada akhirnya, dan tuhan menaburkan bintang yang kerlipnya membuatmu bahagia, rasi penunjuk jalan pulang.

Namun, siapa bilang jalanmu lantas terang-benderang? Air laut akan tenang, tanpa ombak pasang dan gelombang? Bisa jadi kapalmu yang telah lelah melakukan perjalanan aus dan kehilangan daya, kemudian tenggelam di dasar lautan. Menenggelamkan rindumu, karam didekap kematian. Kematian adalah takdir-Nya yang niscaya, kita tak mungkin menolak untuk dipanggil pulang ke haribaan tuhan. Tak peduli kau telah berlabuh, atau masih sibuk mencari dermaga pemberhentian. Namun, ada banyak takdir yang menuntut diusahakan, bukan hanya menggelar mimpi layaknya barang dagangan.

Ah, naif. Samudra begitu luas. Kau berpayah mencari dari benua ke benua, berharap dermaga terindah itu ada di salah satunya. Dermaga yang kau ingini, penuh harta karun intan permata dan logam mulia. Tanpa menyadari jika tempatmu kembali kelak adalah pelabuhan biasa yang sudah sangat biasa kau temui. Ia tak memiliki apa-apa kecuali sekeping hati yang sabar menanti. Ketika itulah kau harus belajar untuk mensyukuri, mencintai nikmat yang didapat dengan sepenuh hati.

Aku tahu, kau adalah seorang yang masih sibuk mencari. Berusaha menguak teka-teki, berusaha menyibak ketersembunyian jawaban yang masih dirahasiakan waktu. Langkahmu yang terburu bukan langkah kosong. Ada doa tulus di setiap tapaknya. Ada usaha keras di setiap peluhnya.

Renjana. Renjana (dengan titik). Sebab ia harus berhenti pada satu muara saja: Yang Maha Memulangkan. Kau, dia, semuanya.. yang masih mencari, suatu saat pasti akan pulang, ke tempat terbaik, yang akan menyambutmu dengan limpahan senyum kebahagiaan, yang membuat hatimu selalu bergumam fabiayyi alaa'i rabbikuma tukadziban. Sungguh, pulang ke tempat terbaik adalah sebuah kenikmatan, selama perjalanan berat dan panjang selalu berhiaskan kesabaran dan semangat tak patah arang.

Kau seorang yang sibuk mencari. Maka, mungkin aku adalah seorang yang sibuk menunggu.



May, 18th 2014


Tidak ada komentar: