Selasa, 30 Desember 2014

Cintamu (Tak Cukup) Seluas Angkasa

A woman is like a tea bag, you never know how strong she is until she gets into hot water 
-Eleanor Roosevelt-





Bu Tami, perempuan berusia lima puluhan tahun--istri dari komedian Pepeng itu, sungguh ia adalah perempuan tangguh yang luar biasa. Sembilan tahun terkungkung dalam suramnya "goa Pepeng" yang memenjaranya untuk harus selalu mendampingi suaminya yang sudah tak berdaya itu selama 24 jam. Dalam kepiluan ia bercerita, bagaimana mirisnya ketika tangannya harus mencongkel luka suaminya. Namun, Allah menganugerahinya jiwa yang lapang untuk menerima apapun kondisinya, seberat apapun itu, ia selalu ingat akan kebesaran Sang Maha Kuasa.

Aku juga memiliki perempuan tangguh sepertinya, ia telah hadir jauh sebelum aku mampu menyapa dunia. Matanyalah yang pertama kali kutatap ketika pertama kali aku membuka mata. Tangannyalah yang pertama kali merengkuhku ketika aku masih tak berdaya. Ia telah mengajariku cinta semenjak aku masih benih dalam garbanya. Semuanya tahu, malaikat  pun tahu, ia adalah jelmaan bidadari yang turun ke bumi. Tiap tetes peluhnya menguarkan wewangi cinta, kuntum-kuntum mawar yang mengiringiku tumbuh dewasa. Namanya adalah melodi paling harmoni bagi tiap buah hati.

Rasanya, tak cukup satu-dua, bahkan tiga-lima tulisan, bahkan beratus tulisan untuknya. Tidak mungkin kutuliskan semua cintanya untukku di sini. Terlalu banyak. Terlalu sempit ruang bercerita. Hanya jika aku boleh berhiperbola, cintanya tak cukup memenuhi angkasa. Ah, tentulah cinta-Nya melebihi segalanya. Namun, jika harus kuhitung cintanya semenjak aku masih benih dahulu kala hingga aku dewasa, tidak bisa kubilang seribu, sejuta, semilyar, atau selaksa. Tak terkata. Sedari dulu kurepotkan, namun ia hanya mampu membalasnya dengan gelimang kasih sayang. “Tidak ada orang tua yang menuntut balasan dari anaknya,” ujarnya suatu hari di telepon, meredakan gelisahku yang membadai. Ya, memang tidak akan pernah ada, sebab tidak akan pernah ada yang mampu. Aku tergugu. Di bilangan usia yang beranjak dewasa, dua puluh empat tahun berselang semenjak dia melahirkanku, aku belum bisa membalas apa-apa, kecuali doa tiap usai salat yang kugumamkan tergesa-gesa. Namun, aku yakin, dia tetap akan rela kurepotkan sampai kapan pun, hingga aku menikah nanti dan memiliki anak, mungkin. Dia akan sepenuh hati menyayangi anak-anakku kelak, sebagaimana nenekku mencintai aku semenjak aku masih kanak. Cinta seorang ibu tiada berbatas.

22 Desember ditahbiskan menjadi Hari Ibu. Mengapa harus ada hari ibu di tanggal tertentu? Bagiku, setiap hari yang kutapaki adalah hari ibu, baik ketika aku ada di dekatnya, maupun jauh dari pandangannya. Ia selalu mendahului membuka percakapan denganku, menanyakan hal-hal sepele bagiku yang baginya justru hal penting yang menyulut kekhawatiran.

Adalah susah mendefinisikan cintanya. Terlalu sulit.

Maka, tugas untuk memberikannya hadiah terindah kelak juga teramat sulit. Hadiah yang lebih indah dibandingkan dunia dan seisinya: mahkota cahaya.

There is no one in this world that can take your place. Mom, could I ask a small piece of heaven beneath your feet?




Tidak ada komentar: